KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, puja dan puji syukur
kita haturkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan
karunia-Nya sehingga Saya dapat menyusun makalah yang berjudul WINARTO, S.Pd.I, MM.Pd. Salawat serta
salam marilah kita haturkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang semilir
keimanan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah
tidak lain dan tidak bukan untuk lebih mengkaji dan memperdalam pengetahuan
kita tentang Metodologi Studi Islam. Disini Saya akan membahas tentang Pemikiran Modern Dalam Islam.
Meskipun demikian Saya mengakui bahwa
apa yang Saya sajikan kedalam makalah ini masih banyak kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan. Karena itu, kritik dan saran dari para pembaca yang
budiman sangat diharapkan untuk perbaikan selanjutnya, jikalau di dalam makalah
ini terdapat kebenaran dan kegunaan, semua itu berasal dari Allah Subhanahu
Wata’ala sebaliknya, kalau di dalamnya terdapat kekurangan dan ketidak sempurnaan
semuanya itu karena kekurangan dan keterbatasan Saya sendiri.
Akhirnya, Saya mengucapkan terimakasih
kepada Bapak WINARTO, S.Pd.I, MM.Pd.
yang telah memberikan kesempatan bagi Saya untuk mengkaji materi ini, semoga
kesediaan tersebut mendapat berkah dan balasan yang berlipat ganda dari Allah
SWT, Aamiin.
Pandeglang, 24 Oktober 2016
SUPRIYADI
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................................................................................ ii
A. PENDAHULUAN............................................................................................................................................. 1
B. Pengertian MODERN,
MODERNISASI dan PEMBAHARUAN....................................... 2
C. PEMBAHARUAN DALAM
ISLAM ; GAGASAN dan GERAKAN........................................ 2
D. TOKOH-TOKOH
PENTING dan AJARAN-AJARANNYA......................................... 3
1. Tokoh-tokoh
Pembaharuan Mesir................................................................. 3
2. Tokoh-tokoh
Pembaharuan Turki................................................................. 7
3. Tokoh-tokoh
Pembaharuan India-Pakistan................................................ 8
E. PENUTUP........................................................................................................................................................ 10
Daftar Pustaka........................................................................................................................................................... 12
PEMIKIRAN MODERN DALAM
ISLAM
A. Pendahuluan
Sewaktu dunia Islam berada pada zaman keemasan dari abad VII sampai abad
XIII, Eropah masih berada pada zaman kegelapan ( The Dark Age). Bangsa Eropa menyadari bahwa mereka bukanlah bangsa yang
lebih beradab daripada bangsa Timur ( Islam ). Hal ini mereka rasakan tatkala
berkecamuknya Perang Salib ( 1095 – 1193 ). Mereka menyaksikan bahwa bangsa Arab Islam
sudah memiliki ketinggian budaya seperti pada jenis makanan, pakaian, alat-alat rumah tangga, musik, alat-alat
perang,obat-obatan, ilmu pengetahuan, perekonomian, irigasi, pemerintahan, dan
lain-lain. Satu hal yang tak bisa dipungkiri adalah bahwa bangsa Eropa menuntut
ilmu pengetahuan dari peradaban Islam di Andalusia dan Sicilia seperti pada Universitas Cordova, Granada,
Seville dan Toledo. Cordova
sebagai kota terbesar dan ibukota Spanyol selain memiliki Universitas dan
perpustakaan yang besar juga memiliki 27 buah sekolah gratis sehingga program
wajib belajar di sana benar-benar terlaksana dan tidak ada satupun warganya
yang buta aksara.[1]
Kegiatan pembelajaran di kota-kota
tersebut dibarengi dengan
kegiatan penerjemahan buku-buku berbahasa arab ke dalam bahasa latin. Diantara
sarjana-sarjana Eropa yang berjasa dalam
melakukan kegiatan penerjemahan tersebut adalah : Faraj bin Salim, Dominicius
Gundissalimus, Michael Scott, Geral Cremona dan
lain-lain.[2] Kegiatan
yang sebagian besar mendapat stimulasinya dari adanya berbagai kontak dengan
dunia Islam itu ternyata melicinkan jalan bagi kebangkitan Eropa ( Renaissance ) pada abad XIV sampai XVI.
Disaat Eropa memasuki zaman renaissance yang
membawa kepada zaman modern, justru umat Islam mulai menurun dan mengalami
zaman kemunduran walaupun pada abad yang sama masih pula berdiri
dinasti-dinasti Islam di Andalusia, Turki Usmani di Turki, Safawi di Persia dan
Mughal di India, tetapi dinasti-dinasti itu tidaklah begitu memperhatikan aspek
peradaban yang ditopang oleh ilmu
pengetahuan. Kini ilmu pengetahuan dan filsafat yang telah lama bertahta di pangkuan
dunia Islam berpindah ke bumi Eropa barat dan memperoleh lahan subur di sana.
Fenomena kemunduran peradaban Islam tersebut seolah menjadi bukti kebenaran
Firman Allah sebagai berikut:
وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
“Dan masa ( kejayaan dan kehancuran ) itu Kami pergilirkan diantara
manusia”[3]
Renaissance Eropa pada gilirannya telah mendorong terjadinya dua
revolusi besar yaituRevolusi Industri di
Inggeris dengan implikasi material dan teknik serta Revolusi Perancis di Perancis dengan implikasi
kemanusiaannya. Dua peristiwa yang amat menentukan dan menandai dimulainya abad
modern itu terjadi pada pertengahan abad XVIII dan berjalan seiring di Eropa.
Sejak terjadinya dua revolusi itu muncullah antusiasme Eropa untuk melakukan
imperialisme dan kolonialisme khususnya terhadap dunia Islam.
B. Pengertian Modern, Modernisasi dan Pembaharuan
Istilah “modern” sebenarnya berasal dari
bahasa latin “modo’ atau “modernus” berarti masa kini; yang kini ; mutakhir.[4] Begitupun
dalam kosakata bahasa Indonesia modern diartikan : yang terbaru ; cara baru ;
mutakhir.[5] Secara
terminologi modern didefenisikan sebagai sikap dan cara
berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.[6] Oleh
karena itu modernisasi dapat diartikan sebagai
proses menjadi modern,
terbaru, dan mutakhir atau juga proses cara
berpikir, bertindak dan bersikap sesuai dengan tuntutan zaman. Cak Nur (
panggilan akrab bagi almarhum Nurcholish Madjid ) merumuskan pengertian
modernisasi identik atau
hampir identik dengan pengertian rasionalisasi yaitu proses perombakan pola
bepikir dan tata kerja lama yang tidak akliah ( rasional ) dan menggantinya
dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang akliah.[7]
Kata “pembaharuan” secara etimologis
berasal dari kata “baharu” atau “baru” yang berarti proses membuat sesuatu yang
lama menjadi baru. Ahmad Syafi’i Ma’arif menyatakan bahwa dalam konteks
keislaman pembaharuan berarti upaya
intelektual Islam untuk menyegarkan dan memperbarui pengertian dan pemahaman
umat Islam terhadap agamanya ( dalam ) berhadapan dengan perubahan dan
perkembangan masyarakat.[8]
Dari
pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian modern adalah baru dan modernisasi juga
berarti pembaruan atau lebih populer disebut pembaharuan. Dalam kaitan
pengertian ini Harun Nasution mengatakan bahwa kosakata dalam bahasa arab yang
berarti pembaharuan adalah “al-Tajdid” [9] Hasan
Asari kemudian mengidentikkan antara kata al-Tajdid
dengan Ishlah. Keduanya (
al-Tajdid dan Ishlah ) adalah konsep yang inheren dalam Islam sejak awal.[10] Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa istilah-istilah modernisasi, pembaharuan,
al-Tajdid dan Ishlah adalah istilah-istilah yang identik. Dalam konteks pembahasan
ini pemikiran modern dalam Islam dapat diartikan sebagai upaya-upaya untuk
memperbarui pemahaman keislaman yang didasarkan atas sikap rasional berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadits dengan perkembangan terbaru dan kekinian yang ditimbulkan
oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya yang menjadi sasaran
pembaharuan adalah ajaran-ajaran, pemikiran, pemahaman maupun pengamalan agama
yang merupakan hasil ijtihad para Ulama dan pemimpin-pemimpin agama yang
kebenarannya relatif dengan landasan dalil-dalil yang zhanni pula. Sedangkan
Al-Qur’an dan Sunnah bukanlah menjadi sasaran pembaruan karena keduanya
bukanlah produk ijtihad.
C. Pembaharuan Dalam Islam : Gagasan dan Gerakan
Pada
dasarnya upaya-upaya dalam melakukan pembaharuan Islam dapat ditinjau dari dua
aspek yaitu aspek gagasan dan gerakan. Pada tataran gagasan, pembaharuan Islam
sebenarnya sudah dimulai sebelum era modern. Busthami Muhammad Sa’id mengutip
Al-Suyuthi menyebutkan nama-nama seperti : Umar
bin Abdul Aziz, Iman Asy-Syafii, Al-Asy’ari, Iman Al-Ghazali, Ar-Razi,
Sirajuddin al-Baqillani dan Al-Suyuthi sendiri
sebagai tokoh pembaharu Islam masa awal pra modern. Bahkan starting point gagasan
bahkan gerakan pembaharuan Islam pada esensinya sudah dilakukan oleh Rasulullah Saw melalui ajaran
Islam yang dibawanya sebagai koreksi atas penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan uamt-umat
sebelumnya.
Meskipun
demikian secara legal-formal usaha-usaha pembaharuan secara signifikan atas
umat Islam baru terjadi pada masa Ibnu
Taimiyah ( 1263-1328 ). Ibnu
Taimiyah dianggap sebagai bapak al-Tajdid atau reformis
Islam yang melakukan kritik
tajam tidak saja kearah sufisme dan para filosof yang mendewakan rasionalisme
tetapi juga teologi Al-Asy’ari yang cenderung pasrah kepada kehendak Tuhan dan
cenderung totalistik. Kritik-kritik Ibnu Taimiyah itu secara fenomenal
dibarengi dengan anjuran agar umat Islam kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah
serta memahami kembali kedua sumber Islam itu dengan landasan ijtihad dan pintu
ijtihad tidak tertutup.
Gagasan-gagasan pembaharuan dalam Islam selanjutnya teraktualisasi
dalam bentuk gerakan modern yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahhab atau populer disebut gerakan Wahabi
yang muncul pada awal abad
ke 18. Dari segi waktu gerakan Wahabi belumlah tergolong gerakan pada abad
modern dan latarbelakang munculnya pun bukan didasarkan atas respon terhadap
kolonialisme melainkan sebagai reaksi terhadap faham tauhid yang menyimpang
dari ajaran Islam seperti bid’ah, takhyul dan khurafat, sehingga gerakan Wahabi
ini dikategorikan gerakan pemurnian ( puritanisme ) ajaran Islam.
D.
Tokoh-Tokoh Penting dan
Ajaran-Ajarannya.
1. Tokoh-Tokoh Pembaharuan Mesir
Pada tahun 1798 kota Alexandria, Mesir berada dalam
kekuasaan Perancis di bawah pimpimpinan Napoleon
Bonaparte. Dalam tempo yang tidak lama seluruh wilayah Mesir dapat
dikuasainya. Napoleon ke Mesir bukan hanya membawa tentara untuk menaklukkan
Mesir tetapi juga untuk kegiatan ilmiah karena Napoleon membawa 167 orang ahli
dari berbagai cabang ilmu pengetahuan. Ia juga membawa dua set alat percetakan
dengan huruf latin, arab dan yunani. Maka terbentuklah lembaga pendidikan yang
diberi nama : Institut
d’Egypte yang terdiri
dari beberapa jurusan : ilmu pasti, ilmu alam, ekonomi – politik dan sastra
seni.
Kemajuan yang
dimiliki bangsa Eropa saat itu dengan alat-alat ilmiahnya seperti : teleskop,
mikroskop, alat-alat percobaan kimia dan eksperimen-eksperimennya serta
ketekunan mereka pada ilmu pengetahuan membuat para Ulama Mesir merasa takjub
dan menyadari akan keterbelakangan umat Islam seperti yang diungkapkan
M.Q.Al-Baqli mengutip Abd.Rahman Al-Jabarti : “Saya lihat di sana benda-benda dan
percobaan-percobaan ganjil yang menghasilkan hal-hal yang besar untuk dapat
ditangkap oleh akal seperti yang pada diri kita”.[11]
Fenomena inilah yang membuat umat Islam
terutama bangsa Mesir mulai menyadari dan membuka mata untuk mengadakan
pembaharuan sebagai respon terhadap tekanan kolonial atau kolonialisme pada
abad ke XIX.
Usaha pembaharuan dimulai oleh Muhammad Ali Pasya ( 1765-1848 ). Ia adalah seorang
perwira yang dikirim ke Mesir oleh Sultan Salim III ( 1789-1807 ), Sulthan
Dinasti Turki Usmani untuk melawan Napoleon yang mengusai Mesir. Muhammad Ali
Pasya berkeyakinan bahwa ketinggian dan kemajuan Eropa didasarkan atas kekuatan
militernya yang ditopang oleh kekuatan ekonomi. Tetapi untuk mengadakan pembaruan dalam lapangan militer dan ekonomi
tersebut sangat diperlukan ahli-ahli. Untuk itu ia kemudian
mendatangkanahli-ahli dari Eropa dan selanjutnya mendirikan sekolah-sekolah :
sekolah militer, sekolah teknik, sekolah kedokteran, sekolah pertambangan dan
sekolah pertanian. Disamping itu ia juga mengirim pemuda-pemuda Mesir belajar
ke Eropa.
Salah seorang pemikir pembaharuan yang
dihasilkan zaman Muhammad Ali Pasya adalah Rifa’ah
Badawi Rafi’ Al-Tahtawi (
1801-1837 ), seorang Ulama dari Al-Azhar yang pernah dikirim Muhammad Ali Pasya ke Paris pada tahun
1826 M untuk menadi Imam bagi pelajar-pelajar Mesir yang ada di Paris dan ia
juga belajar bahasa Perancis dan dapat dikuasainya.
Ø Diantara ajaran-ajaran Al-Tahtawi
adalah sebagai berikut :
1)
Raja atau Sulthan mempunyai kekuasaan
eksekutif yang mutlak tetapi kekuasaannya itu harus dibatasi oleh syariat dan Raja harus
bermusyawarah dengan Ulama dalam mengambil keputusan-keputusan.
2)
Kaum perempuan mesti memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum
lelaki ( Emansipasi Wanita )
3)
Tujuan pendidikan bukan hanya untuk
mengajarkan ilmu pengetahuan tetapi terutama untuk membentuk rasa kepribadian
dan untuk menanamkan rasa patriotisme.
4)
Kaum Ulama harus mengetahui ilmu-ilmu
modern sehingga mereka dapat menyesuaikan antara syariat dengan
kebutuhan-kebutuhan modern.
5)
Pintu Ijtihad adalah terbuka bukan
tertutup.[12]
6) Ajaran Islam bukan hanya mementingkan urusan-urusan akhirat. Tujuan
hidup manusia ada dua macam : menjalankan perintah Allah dan mencari kesejahteraan dunia.
Kesejahteraan dunia yang dimaksud adalah kesejahteraan seperti bangsa Eropa.
Kesejahteraan ekonomi akan tercapai dengan dua jalan : berpegang pada agama
serta budi pekerti yang baik dan kemajuan ekonomi.[13]
Selain kedua tokoh di atas muncul pula tokoh lainnya yaitu : Jamaluddin Al-Afghani ( 1839 – 1897 ). Ia lahir di Afganistan pada tahun 1839. Awalnya ia menjadi
pembantu Pengeran Dost
Muhammad Khan di Afganistan. Meskipun ia lahir dan dibesarkan di Afganistan
tetapi gagasan dan gerakan pembaharuannya berpegaruh di Mesir. Sebelum ia
hijrah ke Mesir pada tahun 1871 ia juga hijrah
ke India pada tahun1869. Sejak tahun 1871 Al-Afghani menetap di Kairo. Ketika
ia berada di Kairo ide-ide hasil kegiatan penerjemahan dan pemikiran
pembaharuan Al-Tahtawi meluas di Mesir. Hal ini mendorong Al-Afghani untuk
menyumbangkan pula ide-ide pembaharuannya. Akhirnya ia mendirikan partai
politik di Mesir pada tahun 1879 dengan nama Hizb
al Wathan (
Partai Nasional
). Slogan “Mesir untuk Mesir” pun
mulai terdengar.[14] Dari
Mesir ia pindah ke Perancis. Di sini ia mendirikan perkumpulan Al-Urwah al-Wusqa dan juga sebagai nama majalahnya.
Majalah dengan edisi berbahasa
arab ini yang juga
berpengaruh sampai ke Indonesia. Dari Perancis ia hijrah lagi ke Persia dan
terakhir hijrah pula ke Istambul sampai akhir hayatnya pada tahun 1897.
Ø Pemikiran pembaharuan Al-Afghani didasarkan atas keyakinannya bahwa
Islam adalah agama yang sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan semua
keadaan. Pokok-pokok pemikiran pembaharuannya adalah :
1)
Umat Islam mundur bukan karena Islam
tidak sesuai dengan zaman yang terus berubah tetapi dikarenakan umat Islam
telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sejati. Ia mengambil contoh paham qada dan qadar. Keyakinan
terhadap qada dan qadar mestinya
memunculkan sifat dinamis dan
bukan sikap statis. Faham dinamisme Islam inilah yang telah menimbulkan
peradaban tinggi pada masa zaman klasik.[15] Lalu
ia menyeru untuk kembali kepada dasar
Islam yang sebenarnya : Al-Qur’an dan Sunnah.
2)
Sebab lain kemunduran umat Islam
adalah perpecahan di
kalangan umat Islam dan
lemahnya persaudaraan Islam. Kemudian ia menyerukan Pan Islamisme ( Persatuan Umat Islam ).. Salah satu
tujuan penggalangan umat Islam untuk menentang kolonialisme barat yang telah memperburuk
kondisi umat Islam. Penggalangan tersebut mesti didukung oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagaimana iptek yang dimiliki barat.[16]
3) Corak pemerintahan otokrasi harus dirubah dengan pemerintahan demokrasi.
Islam menurut Al-Afghani menghendaki pemerintahan republik yang didalamnya
terdapat kebebasan mengeluarkan pendapat dan kewajiban Kepala Negara tunduk
kepada Undang-Undang Dasar.[17]
Muhammad Abduh ( 1849-1905 ) adalah tokoh pembaruan
Mesir lainnya. Ia adalah murid Al-Afghani dilahirkan pada tahun 1849 di suatu
desa di Mesir Hilir. Setelah hafal Al-Qur’an ia belajar agama di Mesjid Syekh
Ahmad tahun 1862. Sistem pembelajaran Syekh tersebut ternyata membosankan
karena metode belajarnya hafalan luar kepala sehingga ia mengatakan : “satu
setengah tahun saya belajar di Mesjid Syekh Ahmad dengan tak mengerti suatu
apapun”[18] Lalu
ia pergi berguru kepada Syekh Darwisy yang mengajarkan cara membersihkan hati
cara memahami agama Islam dengan mengikuti Al-Qur’andan Sunnah yang sahih,
tidak fanatik kepada pendapat Imam Mazhab, tafsir atau karangan umat Islam..
Setelah belajar dari Syekh tersebut barulah ia belajar di Universitas Al-Azhar,
Kairo pada tahun 1866-1877. Sewaktu belajar di Al-Azhar terjadi persentuhan
intelektual antara Abduh
dan Al-Afghani yaitu ketika
Al-Afghani pertama kali datang ke Mesir dalam perjalanan ke Istambul. Dan
ketika Al-Afghani datang di tahun 1871 untuk menetap di Mesir, Abduh menjadi
muridnya yang paling setia. Di sini Abduh mendapatkan pencerahan ilmu yang
tidak ia dapatkan di Al-Azhar. Setelah menyelesaikan studinya di Al-Azhar, ia
mengabdikan di almamaternya itu, ia juga mengajar di Dar al-Ulum, disamping itu
ia juga membuka kelas-kelas nonformal di rumahnya sendiri.
Ø Gagasan dan gerakan pembaharuannya antara lain :
1)
Sebab kemunduran umat Islam adalah
faham jumud yang bersemayam
di kalangan umat Islam. Jumud berarti keadaan membeku, keadaan statis dan tak
ada perubahan.. Taqlid kepada Ulama juga dikatakannya sebagai penyebab
kemunduran di berbagai bidang seperti menghambat perkembangan bahasa arab,
perkembangan susunan masyarakat, syariat. sistem pendidikan dan sebagainya.[19]. Bahkan Abduh mengkritik Ulama-Ulama yang menimbulkan faham
taqid tersebut. Al-Qur’an dan Hadits melarang umat Islam bersikap taqlid.
2)
Pembukaan pintu ijtihad, pintu ijtihad
tidak tertutup. Ia percaya pada kekuatan akal. Menurut pendapatnya
mempergunakan akal adalah salah satu dasar Islam. Iman tidak sempurna kalau
tidak didasarkan pada akal. Dalam Islam agama dan akal buat pertama kali mengikat
tali persaudaraan.[20]
3)
Keyakinannya kepada kekuatan akal
memunculkan faham bahwa manusia memiliki kebebasan dalam berbuat ( free will and free act ) tetapijuga tidak melupakan masih ada kekuasaan yang
lebih tinggi.[21]
Ø
H.A.R. Gibb memformulasikan bahwa
gerakan pembaharuan Muhammad Abduh
dapat dirangkum menjadi empat
kegiatan utama :
1)
Pemurnian Islam dari berbagai pengaruh
ajaran dan pengamalan yang tidak benar ( bid’ah dan khurafat ),
2)
Pembaharuan pendidikan tinggi Islam,
3)
Perumusan kembali ajaran Islam sejalan denan pemikiran
modern,
4) Pembelaan Islam terhadap pengaruh-pengaruh Eropa dan serangan-serangan
Kristen.[22]
Rasyid Ridha ( 1865-1935 ) adalah tokoh lain dari
gerakan pembaharuan di Mesir. Ia adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Pertama
kali ia bersentuhan dengan pemikiran Muhammad Abduh ketika ia membaca majalah Al-Urwah Al-Wusqa yang dikelola oleh Abduh dan
Al-Afghani. Lebih-lebih ketika ia bertemu langsung dengan Abduh sewaktu Abduh datang ke Syiria pada tahun 1880-an
dan dilanjutkan dengan pertemuan kedua pada tahun 1894.Akhirnya ia memutuskan
untuk hijrah ke Kairo
bergabung dengan sang guru yang sebelumnya ia lahir dan dibesarkan di Tripoli,
Syiria. Pada tahun 1898 ia mulai menerbitkan majalah Al-Manar, suatu majalah yang
dapat dikatakan sebagai poros kegiatannya sampai wafat.Tafsir Al-Manar merupakan buah karyanya meskipun tafsirannya banyak dipengaruhi oleh
Abduh terutama tafsir
sampai surah An-Nisa’ ayat 125 yang merupakan pemberian kuliah-kuliahnya di
universitas Al-Azhar, Mesir.
Gagasan-gagasan pembaruannya tidak jauh berbeda dengan Jamaluddin
Al-Afghani dan Muhammad Abduh bahkan dapat dikatakan sebagai pengulangan
kembali ide-ide gurunya dan guru Abduh itu, tetapi dengan sedikit tambahan dan
perbedaan penekanan. Perbedaan yang paling mendasar adalah bahwa Rasyid Ridha
dalam hal kontaknya dengan barat jauh lebih kecil daripada Al-Afghani danAbduh.
Secara ringkas, ide pembaharuannya mencakup penghidupan kembali kejayaan pemerintahan
Islam seperti di zaman salaf dengan sistem
khilafah. Hal ini hanya mungkin dilakukan dengan reformasi besar-besaran di
bidang hukum dan pelaksanaan ijtihad serta membersihkan pemahaman Islam yang
tidak benar.
2.
Tokoh-Tokoh Pembaharuan Turki
Puncak kejayaan Dinasti Turki Usmani dicapai pada masa pemerintahan Sulaiman
I ( 1520-1566 ). Ia digelari Al-Qanuni ( Pembuat Undang-Undang ), sehingga
namanya dikenal : Sulthan
Sulaiman Al-Qanuni. Melemahnya
kerajaan itu terjadi setelah wafatnya Sulthan Sulaiman tersebut. Pada saat
situasi dalam negeri semakin memburuk, negara-negara Eropa melancarkan serangan
ke wilayah-wilayah kekuasaan Turki Usmani. Misalnya, pada masa Sulthan Salim II ( 1566-1574 ), kerajaan Turki Usmani menderita
kekalahan dari tentara sekutu Kristen Eropa dalam perang Liponto . Lalu ketika pemerintahan dipegang
oleh Sulthan Ahmad I ( 1603-1617 ), tentara Austria
mengalahkan Turki Usmani. Kekalahan ini memberi pukulan yang hebat bagi
kerajaan Turki Usmani dan membuat cahaya kebesaran Turki memudar di mata
bangsa-bangsa Eropa. Keadaan ini diperparah tatkala Napoleon mengusai Mesir pada tahun 1798
yang notabena adalah wilayah kekuasaan Turki Usmani. Sejak itu Turki Usmani
dijuluki The Sick Man of
Europe ( Orang Sakit dari
Eropa ).
Akibat kekalahan-kekalahan yang dialami Dinasti Turki Usmani
melawan bangsa Eropa maka mendorong Sultan Mahmud II ( 1808-1839 ), Sulthan ke 33 dari 39
Sulthan Turki Usmani untuk mengadakan pembaharuan di Turki. Gerakan pembaharuan
yang dilancarkannya adalah sebagai berikut :
1) Pembubaran pasukan Yenisari, yakni merupakan pasukan elit kerajaan yang
melakukan gerakan oposisi terhadap Sulthan. Ini adalah langkah pertama dari
gerakan pembaharuannya yang melicinkan jalannya untuk melakukan
pembaharuan-pembaharuan selanjutnya,[23]
2)
Perombakan organisasi Kesulthanan yang
mana kekuasaan didistribusikan kepada berbagai jabatan, pada masa
Sulthan-Sulthan sebelumnya tidaklah demikian, [24]
3)
Mengeluarkan peraturan tentang
kehakiman, pegawai Negara dan tindak korupsi,[25]
4) Mendirikan sekolah-sekolah modern seperti Makteb-i Ma’arif ( Sekolah Pengetahuan Umum ), Makteb-I Ulum-u Edebiye ( Sekolah Sastra ), Sekolah Militer
dan Sekolah Kedokteran.[26]
Mustafa Kemal adalah tokoh pembaharuan Turki yang
terkenal. Ia diberi gelar Attaturk(
Bapak Turki ) Kemunculannya di panggung pembaharuan Turki tatkala tentara
Sekutu dan Yunani hendak merampas kembali wilayah Turki karena Turki yang
berpihak kepada Jerman dalam Perang Dunia I keduanya mengalami kekalahan. Dalam
suasana seperti itulah Mustafa Kemal tampil dengan gagah berani berjuang
menyelamatkan Kerajaan Turki Usmani dari kehancuran total dan ekspansi Eropa.
Dalam kedudukannya sebagai panglima dari semua pasukan yang ada di Turki
Selatan, Mustafa Kemal membentuk pemerintaan tandingan di Anatolia sebagai
imbangan terhadap kekuasaan Sulthan Abdul Majid II di Istambul. Setalah dipecat dari semua jabatannya
termasuk sebagai penglima tentara, Mustafa Kemal membentuk Majlis Nasional
Agung untuk menandingi parlemen Istambul pada tahun 1920. Akhirnya pada tanggal
01 Nopember 1922 Majlis Nasional Agung yang diketuai oleh Mustafa Kemal
tersebut berhasil menghapuskan jabatan Sulthan dikarenakan parlemen kerajaan
Turki tidak berfungsi dalam menjalankan tugasnya dan mendapat intervensi dari sekutu. Dengan demikian, Sulthan
Kerajaan Turki Usmani kehilangan kekuasaan politik dan hanya mempunyai jabatan
khalifah sebagai pemimpim religius semata-mata. Ia kemudian memproklamirkan
berdirinya Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923. Meskipun jabatan Sulthan
sudah dihapuskan akan tetapi pengaruh khalifah masih tetap besar. Maka akhirnya
Mustafa Kemal berdasarkan persetujuan Majlis Nasional Agung pula berhasil
menghapuskan jabatan khalifah pada tanggal 03 Maret 1924. Khalifah Abdul Madjid
II, khalifah terakhir Turki Usmani diperintahkan untuk meninggalkan Turki.
Sejak saat ini berakhirlah riwayat Dinasti Turki Usmani, dinasti muslim yang
telah bertahan selama hampir tujuh abad. Dengan menjadi republik dan hilangnya
jabatan khalifah secara drastis Turki terputus dari dunia Islam.
Ø Gerakan pembaharuananya dapat disebutkan antara lain :
1)
Sekularisari, dalam arti pemerintahan
haruas dipisahkan dari agama tetapi bukan berarti menghilangkan agama. Pembentukan partai yang
berdasarkan agama dilarang seperti Partai Islam, Partai Kristen dan lain-lain.
2)
Nasionalisme, yaitu faham kesetian kepada bangsa Turki
berdasarkan geografisnya bukan nasionalisme Turki yang luas. Faham ini
dimaksudkan agar kaum nasionalis dapat bekerja hanya dalam lingkungan
territorial Turki untuk kebahagiaan dan kesejahteraan Turki.
3)
Westernisasi, diartikan proses
pembaratan. Untuk menjadi negara modern jawabannya adalah dengan mencontoh
barat, baiknya maupun buruknya.[27]
3.
Tokoh-Tokoh Pembaharuan India-Pakistan
Pemikiran modern
Islam di India-Pakistan merupakan kelanjutan pemikiran Syah Waliyullah pada
abad ke 18. Syah Waliyullah,
menurut Muhammad Iqbal, adalah Ulama besar Islam yang terakhir ( the last great theologian of
Islam ).[28] Ide-ide
yang dicetuskan Syah Waliyullah pada abad ke 18 diteruskan ke generasi
selanjutnya oleh anaknya, Syah
Abdul Aziz( 1746-1823 ). Salah seorang murid Syah Abdul Aziz adalah Sayid Ahmad Syahid ( 1786-1831 ). Bersama-sama murindnya
ia mengarang buku Sirat-i
Mustaqim yang sebagian besar
berisikan ide-ide pembaruan Syah Waliyullah. Gagasan dan gerakan pembaruan Syah
Waliyullah yang ditonjolkan oleh Sayid Ahmad Syahid antara lain :
1) Umat Islam India mundur karena tidak lagi menganut ajaran Islam yang
murni yakni telah bercampur dengan paham dan praktek yang berasal dari Persia
dan India. Lalu ia menyerukan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits,
2)
Penentangannya terhadap taqlid,
sekalipun terhadap pendapat empat Imam Mazhab,
3)
Dikarenakan wilayah India dikuasai oleh
kolonial Inggeris (
non Islam ) sehingga tidak bisa lagi
disebut Dar al-Islam melainkan telah menjadi Dar Al-Harb. Oleh karena itu
cara menghadapinya ada dua pilihan : melawan atau hijrah. Sayid Ahmad Syahid
memilih untuk melawan. Maka dibentuklah Gerakan
Mujahidin. Setelah ia wafat tokoh-tokoh Gerakan Mujahidin penerusnya
berhasil mendirikan Madrasah
Darul Ulum Deoband.[29]
Ø
Tokoh pembaruan India lainnya adalah Sayyid Ahmad Khan ( 1817-1998 ). Gagasan pembaruannya
antara lain :
1)
Islam adalah agama rasional dan hukum
alam tidak bertentangan dengan Islam. Alam yang berfungsi berdasarkan
Sunnatullah tidak mungkin bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Dikarenakan
keduanya berasal dari Allah maka Islam berarti tidak bertentangan dengan sains
modern.[30]
2)
Untuk bisa maju umat Islam pelu
mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi, dan ini hanya akan diperoleh melalui
kerjasama dengan Inggeris.[31]
3) Pendidikan adalah satu-satunya jalan bagi umat Islam India untuk
mencapai kemajuan. Oleh karena itu ia kemudian mendirikan Sekolah Mohammadan Anglo Oriental
College ( MAOC ) pada tahun 1875
di Aligarh yang mana tempat berdirinya ini sekaligus menjadi nama gerakannya
yaitu Gerakan Aligarh ( belakangan sekolah tersebut pada
tahun 1920 berganti nama menjadi Aligarh
Muslim University.[32] Universitas
inilah yang menjadi penggerak utama terwujudnya pembaruan di kalangan umat
Islam India. Gerakan Aligarh ini pulalah yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh
pembaruan penting lainnya seperti : Sayyid
Amir Ali dan Muhammad Iqbal.
Sayyid Amir Ali ( 1849-1928 ) terkenal sebagai seorang
guru besar bidang Hukum
Islam di India. Ia juga terkenal karena ia menulis buku The Spirit of Islam dan A
Short History of the Saracens. Pada tahun 1877 ia membentuk National Mihammedan
Association sebagai wadah persatuan umat Islam India Wilfred Cantwell Smith menggolongkan Amir Ali
sebagai seorang ilmuan muslim liberal yang sangat banyak dipengaruhi oleh
ide-ide barat. Karena ia memang mendapatkan
pendidikan di Inggeris dan banyak dipengaruhi oleh bacaan-bacaan yang
didalaminya dari karya-karya sastrawan dan filosof Eropa semacam Gibbon,
Milton, Keats, Shakespeare ataupun Shelley. [33] Gagasan-gasasan
pembaruannya dapat dicermati sebagai berikut :
1) Kemunduran umat Islam disebabkan oleh dua hal yaitu meninggalkan ijtihad
dan menganut paham jabbariyah, sementara yang membawa kepada kemajuan adalah
paham qadariyah
2) Kaum wanita harus mendapatkan pendidikan yang sama dengan kaum lelaki.[34]
Muhammad Iqbal ( 1876-1938 ) memperoleh pendidikan Islam
tradisional serta pendidikan barat modern di Cambrigde dan Munich. Gelar Doktor
ia peroleh dari Muncih, Jerman dalam bidang tasawuf dengan mempertahankan
sebuah disertasi tentang
perkembangan metafisika di Persia.
Berbeda dengan pemikir pembaruan yang lain, Iqbal adalah penyair dan filosof.
Karyanya yang terkenal adalah The
Reconstruction of Religious Thought in Islam ( Pembangunan Kembali Alam Pikiran
Islam ). Untuk memajukan umat Islam khususnya di India, Iqbal mengemukakan
gagasan-gagasannya pembaruannya antara lain :
Umat Islam harus mengembangkan paham dinamisme Islam. Hukum Islam tidak
bersifat statis. Islam pada
hakikatnya mengajarkan
dinamisme. Pintu Ijtihad tidak pernah tertutup. Ajaran zuhud menurut Iqbal
menjadi penyebab kemunduran umat Islam karena kurang mementingkan soal-soal
kemasyarakatan,[35]
Pembentukan Negara muslim yang
berdiri sendiri yang ditegakkan atas dasar pemberlakuan syari’ah sebagai hukum tertinggi dan
penegakan prinsip persamaan dan persaudaraan.[36]
E.
Penutup
Pemikiran Modern atau Pemikiran Pembaharuan Dalam Islam merupakan kajian yang sangat menarik bukan saja karena aspek
historisnya yang menantang para pengkaji untuk menelusurinya dengan cermat
tetapi juga aspek substansinya yang bisa dijadikan sumber inspirasi bagi
pemikiran-pemikiran kontemporer.
Pemikiran modern
sebagaimana telah penulis paparkan pengertiannya pada bagian terdahulu yakni
upaya-upaya untuk memperbarui pemahaman keislaman sebagai hasil ijtihad para Ulama dan
barangkali juga pemimpim-pemimpin muslim yang bersifat relatif untuk selalu
disesuaikan dengan perkembangan terbaru yang terus berubah didasarkan atas
sikap rasional berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Paradigma inilah yang dapat
menjadi sumber inspirasi itu. Makalah ini dipresentasikan pada Mahasiswa AKHWAL AS-SYAKSIYAH Semester 1 STAI BABUNNAJAH Menes-Pandeglang Tahun 2016-2017.
[2] Harun Nasution, “Agama Yang Diperlukan Manusia Abad XXI dan Seterusnya”
dalam Endang Basri Ananda (Peny.), 70 Tahun Prof.DR.H.M.Rasyidi (
Jakarta : Pelita, 1985 ), h. 282.
[3] Al-Qur’an surah Ali Imran/3 : 140. Lihat Departemen Agama R.I., Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Edisi Revisi ( Semarang : Kumudasmoro Grafindo,
1994 ), h. 99.
[4] Lihat David B. Guralnik ( ed.), Webster’s
New World Dictionary of The American Language ( New York : Warner Books, 1987 ), h.
387. Lihat juga Affan
Ghaffar, “Modernitas dan Islam : Dua Kutub Yang Bertentangan” dalam Ahmad
Syafi’i Ma’arif dan Said Tuhuleley, Al-Qur’an
dan Tantangan Modernitas (
Yogyakarta : SI Press, 1993 ), h. 107.
[5] W.J.S. Purwadarminta, Kamus
Umum Bahasa Indonesia (
Jakarta : Balai Pustaka 1982 ), h. 653.
[6] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3, Cet.3 (Jakarta : Balai Pustaka, 2005 ), h.
751.
[8] Ahmad Syafi’i Ma’arif, Al-Qur’an,
Realitas Sosial dan Limbo Sejarah (
Bandung : Pustaka, 1985 ), h. 96.
[9] Harun Nasution, Pembaharuan
Dalam Islam : Tokoh, Gagasan dan Gerakan ( Jakarta : Bulan Bintang, 1985 ), h.
12.
[10] Hasan Asari, Modernisasi
Islam : Tokoh, Gagasan dan Gerakan (
Bandung : Ciptapustaka Media, 2007 ), h. 34.
[11] M.Q. Al-Baqli (ed ), Al-Mukhtar Min Tarikh Al-Jabarti ( Kairo : Matabi Al-Sya’b, 1958 ),
h. 287.
[12] Albert Hourani, Arabic
Thought in the Liberal Age, 1798-1939 ( London : Oxford
university Press, 1962 ), h. 49-78..
[14] Taufik Abdullah, dkk ( Ed.), Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam ( Jakarta
: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002 ), jilid IV, h. 399.
[15] Majalah Al-Urwah
Al-Wusqa, edisi 4 Rajab 1301 H/1-5-1884, h. 161, dalam Nasution,Pembaharuan, h. 55.
[16] Hourani, Arabic
Thought, h. 114-115 dan 118-119.
[19] Muhammad Abduh, Al-Islam
Din Al-Ilm wa Al-Madaniah,( Kairo : Dar
Al-Hilal, 1963 ), h. 140. Lihat juga T. Al-Tanahi, Al-Majlis Al-A’la Li Al-Syu’un Al
Islamiyah ( Kairo : Dar Al-Manar, 1964 ), h.
137.
[28] Allama Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam ( New Delhi, Kitab Bhavan,
1981), h. 97.
[30] John L. Esposito, Islam and Politics ( Syracuse, NY : Syracuse University
Press, 1991 ), h. 133.
[32] John L. Esposito (ed.in chief), The
Oxford Encylopedia of the Modern Islamic World ( New York, Oxford University Press,
1995 ), jilid I, h. 73.
[33] W.C. Smith, Islam in Modern History (
Princeton : Princeton University Press, 1977 ), h. 61-62.
[36] John L. Esposito (ed.), Voices
of Resurgent Islam ( New York
: Oxford University Press, 1983 ), h. 139, 179.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Abduh, Muhammad, Risalah
Al-Tauhid, Kairo : Dar
Al-Manar, 1366 _________, Al-Islam
Din Al-Ilm wa Al-Madaniah, Kairo : Dar
Al-Hilal,1963
Ø
Abdullah, Taufik, dkk ( Ed.), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam,
Jakarta : PT. I chtiar
Baru Van Hoeve, 2002 , jilid IV
Ø
Amin, Ahmad Zuhr al-Islam III, Beirut : Dar al-Kitab al-Arabi, 1953
Ø
Arkoun, Mohammed, Rethinking Islam : Common Question,
Uncommon Answers, United
Kingdom : Westview, 1994
Ø
Asari, Hasan, Modernisasi Islam : Tokoh, Gagasan
dan Gerakan, Bandung :
Ciptapustaka Media, 2007
Ø
Al-Baqli, M.Q, (ed ), Al-Mukhtar Min Tarikh Al-Jabarti, Kairo : Matabi Al-Sya’b, 1958
Ø
Departemen Agama R.I., Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Edisi Revisi, Semarang : Kumudasmoro
Grafindo, 1994 ________, Ensiklopedi
Islam, Jakarta : PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001, jilid III.
Ø
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi 3, Cet.3, Jakarta : Balai Pustaka, 2005
Ø
Esposito, John L., Islam and Politics,
Syracuse, NY : Syracuse University Press, 1991________, (ed.in chief), The Oxford Encylopedia of the
Modern Islamic World , New
York, Oxford University Press, 1995, jilid
I________., (ed.), Voices of Resurgent Islam, New York : Oxford University
Press, 1983
Ø
Guralnik, David B., ( ed.), Webster’s New World Dictionary of
The American Language, New York : Warner Books, 1987
Ø
Ghaffar, Affan, “Modernitas dan Islam : Dua Kutub Yang
Bertentangan” dalam Ahmad Syafi’i Ma’arif dan Said Tuhuleley, Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas,
Yogyakarta : SI Press, 1993
Ø
Gibb, H.A.R, Modern Trends in Islam, Chicago, The University of Chicago, 1947
Ø
Harahap, Syahrin, Al-Qur’an Dan Sekularisasi : Kajian Terhadap Pemikiran Thaha
Husein, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1994
Ø
Hourani, Albert, Arabic Thought in the Liberal Age, 1798-1939, London : Oxford
university Press, 1962
Ø
Hudson, Marshall G.S., The Venture of Islam, Vol.3,
Chicago : The University of Chicago Press, 1974
Ø
Iqbal, Allama Muhammad, The
Reconstruction of Religious
Thought in Islam, New
Delhi, Kitab Bhavan, 1981
Ø
Lapidus, Ira M, A. History of
Islamic Societies , Cambrigde
: Cambigde University Press
, 1988
Ø
Madjid, Nurcholish, Khaszanah Intelektual
Islam ( Jakarta : Bulan
Bintang, 1994________, Islam
Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung
: Mizan, 1989
Ø
Ma’arif, Ahmad Syafii, Al-Qur’an, Realitas Sosial dan
Limbo Sejarah, Bandung
: Pustaka, 1985
Ø
Majalah Al-Urwah Al-Wusqa, edisi 4
Rajab 1301 H/1-5-1884
Ø
Mansfield, Peter, A History of the Middle East, Harmondsworth : Penguin Books,
1992
Ø
Nata, Abduddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada,
2004 , Cet. 9
Ø
Nasution, Harun, “Agama Yang Diperlukan Manusia Abad
XXI dan Seterusnya” dalam Endang Basri Ananda (Peny.), 70 Tahun
Prof.DR.H.M.Rasyidi, Jakarta
: Pelita, 1985_______ , Pembaharuan
Dalam Islam : Tokoh, Gagasan dan Gerakan, Jakarta
: Bulan Bintang, 1985_______, Islam
Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Cet.5, Jakarta
: UI-Press, 1985 , jilid I _______, Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya, Jakarta :
UI-Press, 1984 , jilid II
Ø
Purwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka 1982
Ø
Rais, Amin, “Kata Pengantar”, dalam
John J. Donohue dan John L Esposito, Islam dan Pembaharuan ; Ensiklopedi Masalah-Masalah,
Edisi 1, cet. 5, Jakarta :
PT RajaGrafindo Persada, 1995
Ø
Sa’id, Busthami Muhammad, Gerakan Pembaharuan Agama, terj. Ibn Marjan dan
Ibadurrahman, Bekasi : Wala
Press, 1995
Ø
Smith, W.C., Islam in Modern
History, Princeton :
Princeton University Press, 1977.
Ø
Al-Tanahi , T, (Ed.), Muzakkirat Al-Imam Muhammad
Abduh, Kairo : Dar
Al-Hilal, t.t
No comments:
Post a Comment