Tuesday, October 25, 2016

MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM



                                                                 















KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puja dan puji syukur kita haturkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga Saya dapat menyusun makalah yang berjudul WINARTO, S.Pd.I, MM.Pd. Salawat serta salam marilah kita haturkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang semilir keimanan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah tidak lain dan tidak bukan untuk lebih mengkaji dan memperdalam pengetahuan kita tentang Metodologi Studi Islam. Disini Saya akan membahas tentang Pemikiran Modern Dalam Islam.
Meskipun demikian Saya mengakui bahwa apa yang Saya sajikan kedalam makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, kritik dan saran dari para pembaca yang budiman sangat diharapkan untuk perbaikan selanjutnya, jikalau di dalam makalah ini terdapat kebenaran dan kegunaan, semua itu berasal dari Allah Subhanahu Wata’ala sebaliknya, kalau di dalamnya terdapat kekurangan dan ketidak sempurnaan semuanya itu karena kekurangan dan keterbatasan Saya sendiri.
Akhirnya, Saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak WINARTO, S.Pd.I, MM.Pd. yang telah memberikan kesempatan bagi Saya untuk mengkaji materi ini, semoga kesediaan tersebut mendapat berkah dan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Aamiin.
    Pandeglang, 24 Oktober 2016



       SUPRIYADI

















DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................................................................................ ii
A.     PENDAHULUAN............................................................................................................................................. 1
B.     Pengertian MODERN, MODERNISASI dan PEMBAHARUAN....................................... 2
C.      PEMBAHARUAN DALAM ISLAM ; GAGASAN dan GERAKAN........................................ 2
D.     TOKOH-TOKOH PENTING dan AJARAN-AJARANNYA......................................... 3
1.     Tokoh-tokoh Pembaharuan Mesir................................................................. 3
2.     Tokoh-tokoh Pembaharuan Turki................................................................. 7
3.     Tokoh-tokoh Pembaharuan India-Pakistan................................................ 8
E.      PENUTUP........................................................................................................................................................ 10
Daftar Pustaka........................................................................................................................................................... 12





























PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM

A.      Pendahuluan
Sewaktu dunia Islam berada pada zaman keemasan dari abad VII sampai abad XIII, Eropah masih berada pada zaman kegelapan ( The Dark  Age). Bangsa Eropa menyadari  bahwa mereka bukanlah bangsa yang lebih beradab daripada bangsa Timur ( Islam ). Hal ini mereka rasakan tatkala berkecamuknya Perang Salib ( 1095 – 1193 ).  Mereka  menyaksikan bahwa bangsa Arab Islam sudah memiliki ketinggian budaya seperti  pada jenis makanan, pakaian, alat-alat rumah tangga, musik, alat-alat perang,obat-obatan, ilmu pengetahuan, perekonomian, irigasi, pemerintahan, dan lain-lain. Satu hal yang tak bisa dipungkiri adalah bahwa bangsa Eropa menuntut ilmu pengetahuan dari peradaban Islam di Andalusia dan Sicilia seperti pada Universitas Cordova, Granada, Seville dan Toledo. Cordova sebagai kota terbesar dan ibukota Spanyol selain memiliki Universitas dan perpustakaan yang besar juga memiliki 27 buah sekolah gratis sehingga program wajib belajar di sana benar-benar terlaksana dan tidak ada satupun warganya yang buta aksara.[1]
Kegiatan pembelajaran di kota-kota tersebut dibarengi  dengan kegiatan penerjemahan buku-buku berbahasa arab ke dalam bahasa latin. Diantara sarjana-sarjana Eropa yang berjasa  dalam melakukan kegiatan penerjemahan tersebut adalah : Faraj bin Salim, Dominicius Gundissalimus, Michael Scott, Geral Cremona dan lain-lain.[2] Kegiatan yang sebagian besar mendapat stimulasinya dari adanya berbagai kontak dengan dunia Islam itu ternyata melicinkan jalan bagi kebangkitan Eropa ( Renaissance ) pada abad XIV sampai XVI.
Disaat Eropa memasuki zaman renaissance yang membawa kepada zaman modern, justru umat Islam mulai menurun dan mengalami zaman kemunduran walaupun pada abad yang sama masih pula berdiri dinasti-dinasti Islam di Andalusia, Turki Usmani di Turki, Safawi di Persia dan Mughal di India, tetapi dinasti-dinasti itu tidaklah begitu memperhatikan aspek peradaban yang ditopang oleh  ilmu pengetahuan. Kini ilmu pengetahuan dan filsafat yang telah lama bertahta di pangkuan dunia Islam berpindah ke bumi Eropa barat dan memperoleh lahan subur di sana. Fenomena kemunduran peradaban Islam tersebut seolah menjadi bukti kebenaran Firman Allah sebagai berikut:
 وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ                                                                                                      
“Dan masa ( kejayaan dan kehancuran ) itu Kami pergilirkan diantara manusia”[3]
Renaissance Eropa pada gilirannya telah mendorong terjadinya dua revolusi besar yaituRevolusi Industri di Inggeris dengan implikasi material dan teknik serta Revolusi Perancis di Perancis dengan implikasi kemanusiaannya. Dua peristiwa yang amat menentukan dan menandai dimulainya abad modern itu terjadi pada pertengahan abad XVIII dan berjalan seiring di Eropa. Sejak terjadinya dua revolusi itu muncullah antusiasme Eropa untuk melakukan imperialisme dan kolonialisme khususnya terhadap dunia Islam.



B.     Pengertian Modern, Modernisasi dan Pembaharuan
Istilah  “modern” sebenarnya berasal dari bahasa latin “modo’ atau “modernus” berarti masa kini; yang kini ; mutakhir.[4] Begitupun dalam kosakata bahasa Indonesia modern diartikan : yang terbaru ; cara baru ; mutakhir.[5] Secara terminologi  modern didefenisikan sebagai sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.[6] Oleh karena itu modernisasi dapat diartikan  sebagai proses  menjadi modern, terbaru, dan mutakhir atau juga proses  cara berpikir, bertindak dan bersikap sesuai dengan tuntutan zaman. Cak Nur  ( panggilan akrab bagi almarhum Nurcholish Madjid ) merumuskan pengertian modernisasi  identik atau hampir identik dengan pengertian rasionalisasi yaitu proses perombakan pola bepikir dan tata kerja lama yang tidak akliah ( rasional ) dan menggantinya dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang akliah.[7]
Kata  “pembaharuan” secara etimologis berasal dari kata “baharu” atau “baru” yang berarti proses membuat sesuatu yang lama menjadi baru. Ahmad Syafi’i Ma’arif menyatakan bahwa dalam konteks keislaman pembaharuan berarti  upaya intelektual Islam untuk menyegarkan dan memperbarui pengertian dan pemahaman umat Islam terhadap agamanya ( dalam ) berhadapan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat.[8]
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian  modern  adalah baru dan modernisasi juga berarti pembaruan atau lebih populer disebut pembaharuan. Dalam kaitan pengertian ini Harun Nasution mengatakan bahwa kosakata dalam bahasa arab yang berarti pembaharuan adalah  al-Tajdid” [9] Hasan Asari kemudian mengidentikkan antara kata al-Tajdid dengan Ishlah. Keduanya ( al-Tajdid dan Ishlah ) adalah konsep yang inheren dalam Islam sejak awal.[10] Dengan demikian dapat dikatakan bahwa istilah-istilah modernisasi, pembaharuan, al-Tajdid dan Ishlah adalah istilah-istilah yang identik. Dalam konteks pembahasan ini pemikiran modern dalam Islam dapat diartikan sebagai upaya-upaya untuk memperbarui pemahaman keislaman yang didasarkan atas sikap rasional berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dengan perkembangan terbaru dan kekinian yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya yang menjadi sasaran pembaharuan adalah ajaran-ajaran, pemikiran, pemahaman maupun pengamalan agama yang merupakan hasil ijtihad para Ulama dan pemimpin-pemimpin agama yang kebenarannya relatif dengan landasan dalil-dalil yang zhanni pula. Sedangkan Al-Qur’an dan Sunnah bukanlah menjadi sasaran pembaruan karena keduanya bukanlah produk ijtihad.

C.      Pembaharuan Dalam Islam : Gagasan dan Gerakan
Pada dasarnya upaya-upaya dalam melakukan pembaharuan Islam dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek gagasan dan gerakan. Pada tataran gagasan, pembaharuan Islam sebenarnya sudah dimulai sebelum era modern.  Busthami Muhammad Sa’id mengutip Al-Suyuthi menyebutkan nama-nama seperti : Umar bin Abdul Aziz, Iman Asy-Syafii, Al-Asy’ari, Iman Al-Ghazali, Ar-Razi, Sirajuddin al-Baqillani dan Al-Suyuthi sendiri sebagai tokoh pembaharu Islam masa awal pra modern.  Bahkan starting point gagasan bahkan gerakan pembaharuan Islam pada esensinya sudah dilakukan  oleh Rasulullah Saw melalui ajaran Islam yang dibawanya sebagai koreksi atas penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan  uamt-umat sebelumnya.
Meskipun demikian secara legal-formal usaha-usaha pembaharuan secara signifikan atas umat Islam baru terjadi pada masa Ibnu Taimiyah ( 1263-1328 ). Ibnu Taimiyah dianggap sebagai bapak  al-Tajdid atau reformis Islam yang melakukan kritik tajam tidak saja kearah sufisme dan para filosof yang mendewakan rasionalisme tetapi juga teologi Al-Asy’ari yang cenderung pasrah kepada kehendak Tuhan dan cenderung totalistik. Kritik-kritik Ibnu Taimiyah itu secara fenomenal dibarengi dengan anjuran agar umat Islam kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah serta memahami kembali kedua sumber Islam itu dengan landasan ijtihad dan pintu ijtihad tidak tertutup.
Gagasan-gagasan  pembaharuan  dalam Islam selanjutnya teraktualisasi dalam bentuk gerakan modern yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahhab atau populer disebut gerakan Wahabi yang muncul  pada awal abad ke 18. Dari segi waktu gerakan Wahabi belumlah tergolong gerakan pada abad modern dan latarbelakang munculnya pun bukan didasarkan atas respon terhadap kolonialisme melainkan sebagai reaksi terhadap faham tauhid yang menyimpang dari ajaran Islam seperti bid’ah, takhyul dan khurafat, sehingga gerakan Wahabi ini dikategorikan gerakan  pemurnian  ( puritanisme ) ajaran Islam.

D.     Tokoh-Tokoh Penting dan Ajaran-Ajarannya.
1.     Tokoh-Tokoh Pembaharuan Mesir
Pada tahun 1798  kota Alexandria, Mesir berada dalam kekuasaan Perancis di bawah pimpimpinan Napoleon Bonaparte. Dalam tempo yang tidak lama seluruh wilayah Mesir dapat dikuasainya. Napoleon ke Mesir bukan hanya membawa tentara untuk menaklukkan Mesir tetapi juga untuk kegiatan ilmiah karena Napoleon membawa 167 orang ahli dari berbagai cabang ilmu pengetahuan. Ia juga membawa dua set alat percetakan dengan huruf latin, arab dan yunani. Maka terbentuklah lembaga pendidikan yang diberi nama : Institut d’Egypte  yang terdiri dari beberapa jurusan : ilmu pasti, ilmu alam, ekonomi – politik dan sastra seni.
Kemajuan yang dimiliki bangsa Eropa saat itu dengan alat-alat ilmiahnya seperti : teleskop, mikroskop, alat-alat percobaan kimia dan eksperimen-eksperimennya serta ketekunan mereka pada ilmu pengetahuan membuat para Ulama Mesir merasa takjub dan menyadari akan keterbelakangan umat Islam seperti yang diungkapkan M.Q.Al-Baqli mengutip  Abd.Rahman Al-Jabarti : “Saya lihat di sana benda-benda dan percobaan-percobaan ganjil yang menghasilkan hal-hal yang besar untuk dapat ditangkap oleh akal seperti yang pada diri kita”.[11]
Fenomena inilah yang membuat umat Islam terutama bangsa Mesir mulai menyadari dan membuka mata untuk mengadakan pembaharuan sebagai respon terhadap tekanan kolonial atau kolonialisme pada abad ke XIX.
Usaha pembaharuan  dimulai oleh Muhammad Ali Pasya ( 1765-1848 ). Ia adalah seorang perwira yang dikirim ke Mesir oleh Sultan Salim III ( 1789-1807 ), Sulthan Dinasti Turki Usmani untuk melawan Napoleon yang mengusai Mesir. Muhammad Ali Pasya berkeyakinan bahwa ketinggian dan kemajuan Eropa didasarkan atas kekuatan militernya yang ditopang oleh kekuatan ekonomi. Tetapi untuk mengadakan pembaruan  dalam lapangan militer dan ekonomi tersebut sangat diperlukan ahli-ahli. Untuk itu ia kemudian mendatangkanahli-ahli dari Eropa dan selanjutnya mendirikan sekolah-sekolah : sekolah militer, sekolah teknik, sekolah kedokteran, sekolah pertambangan dan sekolah pertanian. Disamping itu ia juga mengirim pemuda-pemuda Mesir belajar ke Eropa.
Salah seorang pemikir pembaharuan yang dihasilkan zaman Muhammad Ali Pasya adalah Rifa’ah Badawi Rafi’ Al-Tahtawi ( 1801-1837 ), seorang Ulama dari Al-Azhar yang pernah dikirim  Muhammad Ali Pasya ke Paris pada tahun 1826 M untuk menadi Imam bagi pelajar-pelajar Mesir yang ada di Paris dan ia juga belajar bahasa Perancis dan dapat dikuasainya.
Ø  Diantara ajaran-ajaran Al-Tahtawi adalah sebagai berikut :
1)     Raja atau Sulthan mempunyai kekuasaan eksekutif yang mutlak tetapi kekuasaannya itu harus  dibatasi oleh syariat dan Raja harus bermusyawarah dengan Ulama dalam mengambil keputusan-keputusan.
2)     Kaum  perempuan mesti memperoleh  pendidikan yang sama dengan kaum lelaki ( Emansipasi Wanita )
3)     Tujuan pendidikan bukan hanya untuk mengajarkan ilmu pengetahuan tetapi terutama untuk membentuk rasa kepribadian dan untuk menanamkan rasa patriotisme.
4)     Kaum Ulama harus mengetahui ilmu-ilmu modern sehingga mereka dapat menyesuaikan antara syariat dengan kebutuhan-kebutuhan modern.
5)     Pintu Ijtihad adalah terbuka bukan tertutup.[12]
6)     Ajaran Islam bukan hanya mementingkan urusan-urusan akhirat. Tujuan hidup manusia ada dua macam : menjalankan perintah Allah dan  mencari kesejahteraan dunia. Kesejahteraan dunia yang dimaksud adalah kesejahteraan seperti bangsa Eropa. Kesejahteraan ekonomi akan tercapai dengan dua jalan : berpegang pada agama serta budi pekerti yang baik dan kemajuan ekonomi.[13]
Selain kedua tokoh di atas muncul pula tokoh  lainnya yaitu : Jamaluddin Al-Afghani ( 1839 – 1897 ). Ia lahir  di Afganistan  pada tahun 1839. Awalnya ia menjadi pembantu  Pengeran Dost Muhammad Khan di Afganistan. Meskipun ia lahir dan dibesarkan di Afganistan tetapi gagasan dan gerakan pembaharuannya berpegaruh di Mesir. Sebelum ia hijrah ke Mesir pada tahun 1871 ia juga  hijrah ke India pada tahun1869. Sejak tahun 1871 Al-Afghani menetap di Kairo. Ketika ia berada di Kairo ide-ide hasil kegiatan penerjemahan dan pemikiran pembaharuan Al-Tahtawi meluas di Mesir. Hal ini mendorong Al-Afghani untuk menyumbangkan pula ide-ide pembaharuannya. Akhirnya ia mendirikan partai politik di Mesir pada tahun 1879 dengan nama Hizb al Wathan ( Partai     Nasional ). Slogan “Mesir untuk Mesir” pun mulai terdengar.[14] Dari Mesir ia pindah ke Perancis. Di sini ia mendirikan perkumpulan Al-Urwah al-Wusqa dan juga sebagai nama majalahnya. Majalah dengan edisi  berbahasa arab ini  yang juga berpengaruh sampai ke Indonesia. Dari Perancis ia hijrah lagi ke Persia dan terakhir hijrah pula ke Istambul sampai akhir hayatnya pada tahun 1897.
Ø  Pemikiran pembaharuan Al-Afghani didasarkan atas keyakinannya bahwa Islam adalah agama yang sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan semua keadaan. Pokok-pokok pemikiran pembaharuannya adalah :
1)     Umat Islam mundur bukan karena Islam tidak sesuai dengan zaman yang terus berubah tetapi dikarenakan umat Islam telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sejati. Ia mengambil contoh paham qada dan qadar. Keyakinan terhadap qada dan qadar  mestinya memunculkan sifat dinamis  dan bukan sikap statis. Faham dinamisme Islam inilah yang telah menimbulkan peradaban tinggi pada masa zaman klasik.[15] Lalu ia menyeru untuk kembali kepada  dasar Islam yang sebenarnya : Al-Qur’an dan Sunnah.
2)     Sebab lain kemunduran umat Islam adalah  perpecahan di kalangan  umat Islam dan lemahnya persaudaraan Islam. Kemudian ia menyerukan Pan Islamisme ( Persatuan Umat Islam ).. Salah satu tujuan penggalangan umat Islam untuk menentang kolonialisme barat yang telah memperburuk kondisi umat Islam. Penggalangan tersebut mesti didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana iptek yang dimiliki barat.[16]
3)     Corak pemerintahan otokrasi harus dirubah dengan pemerintahan demokrasi. Islam menurut Al-Afghani menghendaki pemerintahan republik yang didalamnya terdapat kebebasan mengeluarkan pendapat dan kewajiban Kepala Negara tunduk kepada Undang-Undang Dasar.[17]
Muhammad Abduh ( 1849-1905 ) adalah tokoh pembaruan Mesir lainnya. Ia adalah murid Al-Afghani dilahirkan pada tahun 1849 di suatu desa di Mesir Hilir. Setelah hafal Al-Qur’an ia belajar agama di Mesjid Syekh Ahmad tahun 1862. Sistem pembelajaran Syekh tersebut ternyata membosankan karena metode belajarnya hafalan luar kepala sehingga ia mengatakan : “satu setengah tahun saya belajar di Mesjid Syekh Ahmad dengan tak mengerti suatu apapun”[18] Lalu ia pergi berguru kepada Syekh Darwisy yang mengajarkan cara membersihkan hati cara memahami agama Islam dengan mengikuti Al-Qur’andan Sunnah yang sahih, tidak fanatik kepada pendapat Imam Mazhab, tafsir atau karangan umat Islam.. Setelah belajar dari Syekh tersebut barulah ia belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo pada tahun 1866-1877. Sewaktu belajar di Al-Azhar terjadi persentuhan intelektual antara  Abduh dan Al-Afghani yaitu  ketika Al-Afghani pertama kali datang ke Mesir dalam perjalanan ke Istambul. Dan ketika Al-Afghani datang di tahun 1871 untuk menetap di Mesir, Abduh menjadi muridnya yang paling setia. Di sini Abduh mendapatkan pencerahan ilmu yang tidak ia dapatkan di Al-Azhar. Setelah menyelesaikan studinya di Al-Azhar, ia mengabdikan di almamaternya itu, ia juga mengajar di Dar al-Ulum, disamping itu ia juga membuka kelas-kelas nonformal di rumahnya sendiri.
Ø  Gagasan dan gerakan pembaharuannya antara lain :
1)     Sebab kemunduran umat Islam adalah faham jumud yang  bersemayam di kalangan umat Islam. Jumud berarti keadaan membeku, keadaan statis dan tak ada perubahan.. Taqlid kepada Ulama juga dikatakannya sebagai penyebab kemunduran di berbagai bidang seperti menghambat perkembangan bahasa arab, perkembangan susunan masyarakat, syariat. sistem pendidikan dan sebagainya.[19]. Bahkan Abduh mengkritik  Ulama-Ulama yang menimbulkan faham taqid tersebut. Al-Qur’an dan Hadits melarang umat Islam bersikap taqlid.
2)     Pembukaan pintu ijtihad, pintu ijtihad tidak tertutup. Ia percaya pada kekuatan akal. Menurut pendapatnya mempergunakan akal adalah salah satu dasar Islam. Iman tidak sempurna kalau tidak didasarkan pada akal. Dalam Islam agama dan akal buat pertama kali mengikat tali persaudaraan.[20]
3)     Keyakinannya kepada kekuatan akal memunculkan faham bahwa manusia memiliki kebebasan dalam berbuat ( free will and free act ) tetapijuga tidak  melupakan masih ada kekuasaan yang lebih tinggi.[21]
Ø  H.A.R. Gibb memformulasikan bahwa gerakan pembaharuan Muhammad  Abduh dapat dirangkum menjadi  empat kegiatan utama :
1)     Pemurnian Islam dari berbagai pengaruh ajaran dan pengamalan yang tidak benar ( bid’ah dan khurafat ),
2)     Pembaharuan pendidikan tinggi Islam,
3)     Perumusan kembali  ajaran Islam sejalan denan pemikiran modern,                    
4)     Pembelaan Islam terhadap pengaruh-pengaruh Eropa dan serangan-serangan Kristen.[22]
Rasyid Ridha ( 1865-1935 ) adalah tokoh lain dari gerakan pembaharuan di Mesir. Ia adalah murid  Muhammad Abduh yang terdekat. Pertama kali ia bersentuhan dengan pemikiran Muhammad Abduh ketika ia membaca majalah Al-Urwah Al-Wusqa yang dikelola oleh Abduh dan Al-Afghani. Lebih-lebih ketika ia bertemu langsung dengan Abduh sewaktu Abduh  datang ke Syiria pada tahun 1880-an dan dilanjutkan dengan pertemuan kedua pada tahun 1894.Akhirnya ia memutuskan untuk hijrah  ke Kairo bergabung dengan sang guru yang sebelumnya ia lahir dan dibesarkan di Tripoli, Syiria. Pada tahun 1898 ia mulai menerbitkan majalah Al-Manar, suatu majalah yang dapat dikatakan sebagai poros kegiatannya sampai wafat.Tafsir Al-Manar merupakan buah karyanya meskipun  tafsirannya banyak dipengaruhi oleh Abduh terutama  tafsir sampai surah An-Nisa’ ayat 125 yang merupakan pemberian kuliah-kuliahnya di universitas Al-Azhar, Mesir.
Gagasan-gagasan pembaruannya tidak jauh berbeda dengan Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh bahkan dapat dikatakan sebagai pengulangan kembali ide-ide gurunya dan guru Abduh itu, tetapi dengan sedikit tambahan dan perbedaan penekanan. Perbedaan yang paling mendasar adalah bahwa Rasyid Ridha dalam hal kontaknya dengan barat jauh lebih kecil daripada Al-Afghani danAbduh. Secara ringkas, ide pembaharuannya mencakup penghidupan kembali kejayaan pemerintahan Islam seperti di zaman salaf dengan sistem khilafah. Hal ini hanya mungkin dilakukan dengan reformasi besar-besaran di bidang hukum dan pelaksanaan ijtihad serta membersihkan pemahaman Islam yang tidak benar.

2.     Tokoh-Tokoh Pembaharuan Turki
Puncak kejayaan Dinasti Turki Usmani  dicapai pada  masa pemerintahan Sulaiman I ( 1520-1566 ). Ia digelari Al-Qanuni ( Pembuat Undang-Undang ), sehingga namanya dikenal : Sulthan Sulaiman Al-Qanuni. Melemahnya kerajaan itu terjadi setelah wafatnya Sulthan Sulaiman tersebut. Pada saat situasi dalam negeri semakin memburuk, negara-negara Eropa melancarkan serangan ke wilayah-wilayah kekuasaan Turki Usmani. Misalnya, pada masa Sulthan Salim II ( 1566-1574 ), kerajaan Turki Usmani menderita kekalahan dari tentara sekutu Kristen Eropa dalam perang Liponto . Lalu ketika pemerintahan dipegang oleh Sulthan Ahmad I ( 1603-1617 ), tentara Austria mengalahkan Turki Usmani. Kekalahan ini memberi pukulan yang hebat bagi kerajaan Turki Usmani dan membuat cahaya kebesaran Turki memudar di mata bangsa-bangsa Eropa. Keadaan ini diperparah tatkala Napoleon mengusai Mesir pada tahun 1798 yang notabena adalah wilayah kekuasaan Turki Usmani. Sejak itu Turki Usmani dijuluki The Sick Man of Europe ( Orang Sakit dari Eropa ).
Akibat kekalahan-kekalahan  yang dialami Dinasti Turki Usmani melawan bangsa Eropa maka mendorong  Sultan Mahmud II ( 1808-1839 ), Sulthan ke 33 dari 39 Sulthan Turki Usmani untuk mengadakan pembaharuan di Turki. Gerakan pembaharuan yang dilancarkannya adalah sebagai berikut :
1)     Pembubaran pasukan Yenisari, yakni merupakan pasukan elit kerajaan yang melakukan gerakan oposisi terhadap Sulthan. Ini adalah langkah pertama dari gerakan pembaharuannya yang melicinkan jalannya untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan selanjutnya,[23]
2)     Perombakan organisasi Kesulthanan yang mana kekuasaan didistribusikan kepada berbagai jabatan, pada masa Sulthan-Sulthan sebelumnya tidaklah demikian, [24]
3)     Mengeluarkan peraturan tentang kehakiman, pegawai Negara dan tindak korupsi,[25]
4)     Mendirikan sekolah-sekolah modern seperti Makteb-i Ma’arif ( Sekolah Pengetahuan Umum ), Makteb-I Ulum-u Edebiye ( Sekolah Sastra ), Sekolah Militer dan Sekolah Kedokteran.[26]
Mustafa Kemal adalah tokoh pembaharuan Turki yang terkenal. Ia diberi gelar Attaturk( Bapak Turki ) Kemunculannya di panggung pembaharuan Turki tatkala tentara Sekutu dan Yunani hendak merampas kembali wilayah Turki karena Turki yang berpihak kepada Jerman dalam Perang Dunia I keduanya mengalami kekalahan. Dalam suasana seperti itulah Mustafa Kemal tampil dengan gagah berani berjuang menyelamatkan Kerajaan Turki Usmani dari kehancuran total dan ekspansi Eropa.
Dalam kedudukannya sebagai panglima dari semua pasukan yang ada di Turki Selatan, Mustafa Kemal membentuk pemerintaan tandingan di Anatolia sebagai imbangan terhadap kekuasaan Sulthan Abdul Majid II di Istambul.  Setalah dipecat dari semua jabatannya termasuk sebagai penglima tentara, Mustafa Kemal membentuk Majlis Nasional Agung untuk menandingi parlemen Istambul pada tahun 1920. Akhirnya pada tanggal 01 Nopember 1922 Majlis Nasional Agung yang diketuai oleh Mustafa Kemal tersebut berhasil menghapuskan jabatan Sulthan dikarenakan parlemen kerajaan Turki tidak berfungsi dalam menjalankan tugasnya dan mendapat intervensi  dari sekutu. Dengan demikian, Sulthan Kerajaan Turki Usmani kehilangan kekuasaan politik dan hanya mempunyai jabatan khalifah sebagai pemimpim religius semata-mata. Ia kemudian memproklamirkan berdirinya Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923. Meskipun jabatan Sulthan sudah dihapuskan akan tetapi pengaruh khalifah masih tetap besar. Maka akhirnya Mustafa Kemal berdasarkan persetujuan Majlis Nasional Agung pula berhasil menghapuskan jabatan khalifah pada tanggal 03 Maret 1924. Khalifah Abdul Madjid II, khalifah terakhir Turki Usmani diperintahkan untuk meninggalkan Turki. Sejak saat ini berakhirlah riwayat Dinasti Turki Usmani, dinasti muslim yang telah bertahan selama hampir tujuh abad. Dengan menjadi republik dan hilangnya jabatan khalifah secara drastis Turki terputus dari dunia Islam.
Ø  Gerakan pembaharuananya dapat disebutkan antara lain :
1)     Sekularisari, dalam arti pemerintahan haruas dipisahkan dari agama tetapi bukan berarti menghilangkan  agama. Pembentukan partai yang berdasarkan agama dilarang seperti Partai Islam, Partai Kristen dan lain-lain.
2)     Nasionalisme, yaitu faham  kesetian kepada bangsa Turki berdasarkan geografisnya bukan nasionalisme Turki yang luas. Faham ini dimaksudkan agar kaum nasionalis dapat bekerja hanya dalam lingkungan territorial Turki untuk kebahagiaan dan kesejahteraan Turki.
3)     Westernisasi, diartikan proses pembaratan. Untuk menjadi negara modern jawabannya adalah dengan mencontoh barat, baiknya maupun buruknya.[27]

3.     Tokoh-Tokoh Pembaharuan India-Pakistan
Pemikiran  modern Islam di India-Pakistan merupakan kelanjutan pemikiran Syah Waliyullah pada abad ke 18. Syah Waliyullah, menurut Muhammad Iqbal, adalah Ulama besar Islam yang terakhir ( the last great theologian of Islam ).[28] Ide-ide yang dicetuskan Syah Waliyullah pada abad ke 18 diteruskan ke generasi selanjutnya oleh anaknya, Syah Abdul Aziz( 1746-1823 ). Salah seorang murid Syah Abdul Aziz adalah Sayid Ahmad Syahid     ( 1786-1831 ). Bersama-sama murindnya ia mengarang buku Sirat-i Mustaqim yang sebagian besar berisikan ide-ide pembaruan Syah Waliyullah. Gagasan dan gerakan pembaruan Syah Waliyullah yang ditonjolkan oleh Sayid Ahmad Syahid antara lain :
1)     Umat Islam India mundur karena tidak lagi menganut ajaran Islam yang murni yakni telah bercampur dengan paham dan praktek yang berasal dari Persia dan India. Lalu ia menyerukan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan  Hadits,
2)     Penentangannya terhadap taqlid, sekalipun terhadap pendapat empat Imam Mazhab,
3)     Dikarenakan wilayah India dikuasai oleh kolonial Inggeris ( non                Islam ) sehingga tidak bisa lagi disebut Dar al-Islam melainkan telah menjadi Dar Al-Harb. Oleh karena itu cara menghadapinya ada dua pilihan : melawan atau hijrah. Sayid Ahmad Syahid memilih untuk melawan. Maka dibentuklah Gerakan Mujahidin. Setelah ia wafat tokoh-tokoh Gerakan Mujahidin penerusnya berhasil mendirikan Madrasah Darul Ulum Deoband.[29]
Ø  Tokoh pembaruan India lainnya adalah Sayyid Ahmad Khan ( 1817-1998 ). Gagasan pembaruannya antara lain :
1)     Islam adalah agama rasional dan hukum alam tidak bertentangan dengan Islam. Alam yang berfungsi berdasarkan Sunnatullah tidak mungkin bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Dikarenakan keduanya berasal dari Allah maka Islam berarti tidak bertentangan dengan sains modern.[30]
2)     Untuk bisa maju umat Islam pelu mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi, dan ini hanya akan diperoleh melalui kerjasama dengan Inggeris.[31]
3)     Pendidikan adalah satu-satunya jalan bagi umat Islam India untuk mencapai kemajuan. Oleh karena itu ia kemudian mendirikan Sekolah Mohammadan Anglo Oriental College ( MAOC ) pada tahun 1875 di Aligarh yang mana tempat berdirinya ini sekaligus menjadi nama gerakannya yaitu Gerakan Aligarh ( belakangan sekolah tersebut pada tahun 1920 berganti nama menjadi  Aligarh Muslim University.[32] Universitas inilah yang menjadi penggerak utama terwujudnya pembaruan di kalangan umat Islam India. Gerakan Aligarh ini pulalah yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh pembaruan penting lainnya seperti : Sayyid Amir Ali dan Muhammad Iqbal.
Sayyid Amir Ali ( 1849-1928 ) terkenal sebagai seorang guru besar bidang  Hukum Islam di India. Ia juga terkenal karena ia menulis buku The Spirit of Islam dan A Short History of the Saracens. Pada tahun 1877 ia membentuk National Mihammedan Association sebagai wadah persatuan umat Islam India Wilfred  Cantwell Smith menggolongkan Amir Ali sebagai seorang ilmuan muslim liberal yang sangat banyak dipengaruhi oleh ide-ide barat. Karena ia memang  mendapatkan pendidikan di Inggeris dan banyak dipengaruhi oleh bacaan-bacaan yang didalaminya dari karya-karya sastrawan dan filosof Eropa semacam Gibbon, Milton, Keats, Shakespeare ataupun Shelley. [33] Gagasan-gasasan pembaruannya dapat dicermati sebagai berikut :
1)     Kemunduran umat Islam disebabkan oleh dua hal yaitu meninggalkan ijtihad dan menganut paham jabbariyah, sementara yang membawa kepada kemajuan adalah paham qadariyah
2)     Kaum wanita harus mendapatkan pendidikan yang sama dengan kaum lelaki.[34]
Muhammad Iqbal ( 1876-1938 )  memperoleh pendidikan Islam tradisional serta pendidikan barat modern di Cambrigde dan Munich. Gelar Doktor ia peroleh dari Muncih, Jerman dalam bidang tasawuf dengan mempertahankan sebuah disertasi  tentang perkembangan metafisika di Persia.
Berbeda dengan pemikir pembaruan yang lain, Iqbal adalah penyair dan filosof. Karyanya yang terkenal adalah The Reconstruction of Religious Thought in Islam ( Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam ). Untuk memajukan umat Islam khususnya di India, Iqbal mengemukakan gagasan-gagasannya pembaruannya antara lain :
Umat Islam harus mengembangkan paham dinamisme Islam. Hukum Islam tidak bersifat  statis. Islam pada hakikatnya  mengajarkan dinamisme. Pintu Ijtihad tidak pernah tertutup. Ajaran zuhud menurut Iqbal menjadi penyebab kemunduran umat Islam karena kurang mementingkan soal-soal kemasyarakatan,[35]
Pembentukan Negara muslim  yang berdiri sendiri yang ditegakkan atas dasar pemberlakuan  syari’ah sebagai hukum tertinggi dan penegakan prinsip persamaan dan persaudaraan.[36]

E.      Penutup
Pemikiran Modern atau Pemikiran Pembaharuan Dalam Islam merupakan kajian yang sangat menarik bukan saja karena aspek historisnya yang menantang para pengkaji untuk menelusurinya dengan cermat tetapi juga aspek substansinya yang bisa dijadikan sumber inspirasi bagi pemikiran-pemikiran kontemporer.
Pemikiran modern sebagaimana telah penulis paparkan pengertiannya pada bagian terdahulu yakni upaya-upaya untuk memperbarui pemahaman keislaman  sebagai hasil ijtihad para Ulama dan barangkali juga pemimpim-pemimpin muslim yang bersifat relatif untuk selalu disesuaikan dengan perkembangan terbaru yang terus berubah didasarkan atas sikap rasional berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Paradigma inilah yang dapat menjadi sumber inspirasi itu. Makalah ini  dipresentasikan pada Mahasiswa AKHWAL AS-SYAKSIYAH Semester 1 STAI BABUNNAJAH Menes-Pandeglang Tahun 2016-2017.
[1] Ahmad Amin, Zuhr al-Islam III  ( Beirut : Dar  al-Kitab al-Arabi, 1953 ), h. 22-23.
[2] Harun Nasution, “Agama Yang Diperlukan Manusia Abad XXI dan Seterusnya” dalam Endang Basri Ananda (Peny.), 70 Tahun Prof.DR.H.M.Rasyidi ( Jakarta : Pelita, 1985 ), h. 282.
[3] Al-Qur’an surah Ali Imran/3 : 140. Lihat  Departemen Agama R.I., Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Edisi Revisi  ( Semarang : Kumudasmoro Grafindo, 1994 ), h. 99.
[4] Lihat David B. Guralnik ( ed.), Webster’s New World Dictionary of The American Language ( New York : Warner Books, 1987 ), h. 387. Lihat juga   Affan Ghaffar, “Modernitas dan Islam : Dua Kutub Yang Bertentangan” dalam Ahmad Syafi’i Ma’arif dan Said Tuhuleley, Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas  ( Yogyakarta : SI Press, 1993 ), h. 107.
[5] W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia ( Jakarta : Balai Pustaka    1982 ), h. 653. 
[6] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3, Cet.3 (Jakarta : Balai Pustaka, 2005 ), h. 751.
[7] Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan ( Bandung : Mizan, 1989 ), h. 172.
[8] Ahmad Syafi’i Ma’arif, Al-Qur’an, Realitas Sosial dan Limbo Sejarah ( Bandung : Pustaka, 1985 ), h. 96.
[9] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam : Tokoh, Gagasan dan Gerakan  ( Jakarta : Bulan Bintang, 1985 ), h. 12.
[10] Hasan Asari, Modernisasi Islam : Tokoh, Gagasan dan Gerakan ( Bandung : Ciptapustaka Media, 2007 ), h. 34.
[11] M.Q. Al-Baqli  (ed ), Al-Mukhtar Min Tarikh Al-Jabarti ( Kairo : Matabi Al-Sya’b, 1958 ), h. 287.
[12] Albert Hourani, Arabic Thought  in the Liberal Age, 1798-1939 ( London : Oxford university Press, 1962 ), h. 49-78..
[13] Nasution, Pembaharuan, h. 46.
[14] Taufik Abdullah, dkk ( Ed.), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam ( Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002 ), jilid IV, h. 399.
[15] Majalah Al-Urwah Al-Wusqa, edisi 4 Rajab 1301 H/1-5-1884, h. 161, dalam Nasution,Pembaharuan,   h. 55.
[16] Hourani, Arabic Thought, h. 114-115 dan 118-119.
[17] Nasution , Pembaharuan, h. 56.
[18] T. Al-Tanahi (Ed.), Muzakkirat Al-Imam Muhammad Abduh ( Kairo : Dar Al-Hilal,    t.t ), h. 29.
[19] Muhammad Abduh, Al-Islam Din Al-Ilm wa Al-Madaniah,( Kairo :  Dar Al-Hilal, 1963 ), h. 140. Lihat juga T. Al-Tanahi, Al-Majlis Al-A’la Li Al-Syu’un Al Islamiyah          ( Kairo : Dar Al-Manar, 1964 ), h. 137.
[20] Lihat Muhammad Abduh, Risalah Al-Tauhid ( Kairo : Dar Al-Manar, 1366 ), h. 7.
[21] Ibid, h. 60.
[22] H.A.R. Gibb, Modern Trends in Islam ( Chicago,  The University of Chicago, 1947 ), h. 52.
[23] Nasution, Pembaharuan, h. 91.
[24] Asari, Modernisasi, h. 112.
[25] Ibid, h. 113.
[26] Departemen Agama, Ensiklopedi, h. 63.
[27] Nasution, Pembaharuann, h. 153.
[28] Allama Muhammad Iqbal, The Reconstruction of  Religious Thought in Islam ( New Delhi, Kitab Bhavan, 1981),  h. 97.
[29] Abdullah, , Ensiklopedi, h. 407-408.
[30] John L. Esposito, Islam and Politics ( Syracuse, NY : Syracuse University Press,   1991 ), h. 133.
[31] Ibid.
[32] John L. Esposito (ed.in chief), The Oxford Encylopedia of the Modern Islamic World   ( New York, Oxford University Press, 1995 ), jilid I, h. 73.
[33] W.C. Smith, Islam in Modern History ( Princeton : Princeton University Press, 1977 ), h. 61-62.
[34] Nasution, Pembaharuan, h. 188.
[35] Abdullah, Ensiklopedi, h. 409-410.
[36] John L. Esposito (ed.), Voices of Resurgent Islam ( New York : Oxford University Press, 1983 ), h. 139, 179.


DAFTAR PUSTAKA

Ø  Abduh, Muhammad, Risalah Al-Tauhid Kairo : Dar Al-Manar, 1366 _________,  Al-Islam Din Al-Ilm wa Al-Madaniah, Kairo :  Dar Al-Hilal,1963  
Ø  Abdullah, Taufik,  dkk ( Ed.), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta : PT. I     chtiar Baru Van Hoeve, 2002 , jilid IV
Ø  Amin, Ahmad Zuhr al-Islam III,  Beirut : Dar  al-Kitab al-Arabi, 1953
Ø  Arkoun, Mohammed, Rethinking Islam : Common Question, Uncommon Answers,          United Kingdom :  Westview, 1994
Ø  Asari, Hasan,  Modernisasi Islam : Tokoh, Gagasan dan Gerakan,  Bandung : Ciptapustaka Media, 2007
Ø  Al-Baqli, M.Q,   (ed ), Al-Mukhtar Min Tarikh Al-Jabarti Kairo : Matabi Al-Sya’b, 1958
Ø  Departemen Agama R.I., Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Edisi Revisi, Semarang : Kumudasmoro Grafindo, 1994 ________, Ensiklopedi Islam,  Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001, jilid III.
Ø  Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3, Cet.3, Jakarta : Balai Pustaka, 2005
Ø  Esposito, John L.,   Islam and Politics, Syracuse, NY : Syracuse University Press,    1991________,   (ed.in chief), The Oxford Encylopedia of the Modern Islamic World , New York, Oxford University Press, 1995,  jilid I________.,  (ed.), Voices of Resurgent Islam,  New York : Oxford University Press, 1983
Ø  Guralnik, David B.,  ( ed.), Webster’s New World Dictionary of The American Language, New York : Warner Books, 1987
Ø  Ghaffar, Affan,  “Modernitas dan Islam : Dua Kutub Yang Bertentangan” dalam Ahmad Syafi’i Ma’arif dan Said Tuhuleley, Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, Yogyakarta : SI Press, 1993
Ø  Gibb, H.A.R, Modern Trends in Islam,  Chicago,  The University of Chicago, 1947
Ø  Harahap, Syahrin,  Al-Qur’an Dan Sekularisasi : Kajian Terhadap Pemikiran Thaha Husein, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1994
Ø  Hourani, Albert,  Arabic Thought  in the Liberal Age, 1798-1939, London : Oxford university Press, 1962
Ø  Hudson, Marshall G.S., The Venture of Islam, Vol.3, Chicago : The University of Chicago Press, 1974
Ø  Iqbal, Allama Muhammad, The Reconstruction of  Religious Thought in Islam New Delhi, Kitab Bhavan, 1981
Ø  Lapidus, Ira M, A. History of Islamic Societies , Cambrigde :  Cambigde University Press , 1988
Ø  Madjid, Nurcholish,   Khaszanah Intelektual Islam ( Jakarta : Bulan Bintang, 1994________, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung : Mizan, 1989
Ø  Ma’arif, Ahmad Syafii,  Al-Qur’an, Realitas Sosial dan Limbo Sejarah,  Bandung : Pustaka, 1985
Ø  Majalah Al-Urwah Al-Wusqa, edisi 4 Rajab 1301 H/1-5-1884
Ø  Mansfield, Peter,  A History of the Middle East, Harmondsworth : Penguin Books, 1992
Ø  Nata, Abduddin,  Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, 2004 , Cet. 9
Ø  Nasution, Harun,  “Agama Yang Diperlukan Manusia Abad XXI dan Seterusnya” dalam Endang Basri Ananda (Peny.), 70 Tahun Prof.DR.H.M.Rasyidi,  Jakarta : Pelita, 1985_______ , Pembaharuan Dalam Islam : Tokoh, Gagasan dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1985_______, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Cet.5,  Jakarta : UI-Press, 1985 ,  jilid I _______,  Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya Jakarta : UI-Press, 1984 , jilid II
Ø  Purwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia,  Jakarta : Balai Pustaka    1982
Ø  Rais, Amin, “Kata Pengantar”, dalam John J. Donohue dan John L Esposito, Islam dan Pembaharuan ; Ensiklopedi Masalah-Masalah, Edisi 1, cet. 5,  Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1995
Ø  Sa’id, Busthami Muhammad,  Gerakan Pembaharuan Agama, terj. Ibn Marjan dan Ibadurrahman,  Bekasi : Wala Press, 1995
Ø  Smith, W.C., Islam in Modern History,  Princeton : Princeton University Press, 1977.
Ø  Al-Tanahi , T, (Ed.), Muzakkirat Al-Imam Muhammad Abduh, Kairo : Dar Al-Hilal,     t.t


No comments:

PUISIKU UNTUK IBU By SUPRIYADI LABUAN